Maunya ditekan, Malah Pecahkan Rekor, Kok Bisa?

Latar Belakang Pengkondisian Darurat

WHO mengeluarkan laporan tentang kondisi Kopit di Indonesia mulai tidak terkendali per 23 Juni 2021. Kondisi diperburuk dengan hadirnya varian Delta yang memicu tingkat Bed Occupancy Rate menjadi demikian tinggi. https://cdn.who.int/media/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/external-situation-report-62_07-july-2021.pdf?sfvrsn=228d96cb_5

Solusinya nggak ada yang lain kecuali lockdown. https://www.idxchannel.com/economics/covid-19-meroket-tajam-who-indonesia-harus-lakukan-lockdown

Tetiba munculah elemen masyarakat mulai buka suara menuntut lockdown melalui petisi online yang digelar dengan harapan pemerintah segera melakukan ‘arahan’ WHO!

Isi petisi online tersebut Kurang lebih : “Penularan virus Kopit di tanah air sudah sangat tinggi. Oleh karena itu tidak ada cara lain selain diberlakukannya lockdown. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5611518/hampir-500-orang-teken-petisi-desak-jokowi-segera-lockdown

Ehmmm... anda ikut tanda tangan ga niih?

Petisi online itu berisi 10 point yang ajib banget , baca disini : https://news.detik.com/berita/d-5611552/muncul-petisi-desak-jokowi-lockdown-ini-10-tuntutannya

Kiranya dorongan ini masih erat hubungannya dengan masalah yg ini deh : Tuan besar panik!

Lagian, kenapa ya ngga ada petisi online yang menuntut freedom of information tentang penelitian dan kejelasan pandemi ini?? Ya kan?

Ok lanjut, Nah untuk melakukan lockdown, pemerintah bakal butuh budget yang ngga sedikit gan. Sebagai contoh, untuk di ibukota, per harinya saja butuh dana sekitar Rp.550 miliar. 

Lah kalau di 34 provinsi, tinggal hitung sendiri, musti siap dana per harinya sekitar Rp.18,7 triliun. https://www.suara.com/news/2021/06/24/132933/tak-diterapkan-di-indonesia-ini-perkiraan-biaya-lockdown-yang-diungkap-jokowi?page=all

Karena biaya yang sedemikian besar, makanya Pak Jokowi melakukan langkah penyesuaian, bukan lockdown, melainkan kebijakan PPKM ini. https://nasional.tempo.co/read/1478446/jokowi-resmi-umumkan-ppkm-darurat-berlaku-3-20-juli-di-jawa-bali

Bagaimana Program Pembatasan Darurat ini Bisa Berjalan?

Lalu dari mana pembiayaan PPKM dan Apa bedanya PPKM dengan Lock down?

Yang pertama, Di Indo istilah lockdown diperhalus dengan PSBB. Perbedaan PSBB dengan PPKM ini adalah salah satunya di sisi pembiayaan. Kalau PSBB itu pembiayaan melalui APBN, maka pembiayaan PPKM berasal dari DBH (Dana Bagi Hasil) Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Alias itu adalah dana APBD masing-masing daerah.

DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dialokasikan dengan tujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil. https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/formula/file/formula-9.pdf

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menerangkan total Rp7,3 triliun DBH telah dicairkan ke 542 daerah selama periode April-Juni 2021. Khusus di DKI, Kementerian Keuangan telah membayarkan dana bagi hasil (DBH) Rp2,57 triliun pada kuartal II 2021. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210702135854-532-662289/dana-bagi-hasil-dki-cair-rp257-t-buat-ppkm-darurat

Kalau dulu saat pemberlakuan PSBB, Ada kucuran dana segar dari pemerintah pusat, tidak dengan PPKM. Makanya pemerintah memberi penekanan dengan sanksi tegas bagi daerah yang tidak menjalankannya. https://www.suara.com/news/2021/07/01/160104/menteri-luhut-ultimatum-kepala-daerah-pelanggar-ppkm-darurat-diberhentikan-sementara?page=all

Tujuan PPKM Darurat : menurunkan angka kasus Kopit

Tujuannya jelas, untuk nenekan / menurunkan angka kasus Kopit. Tidak ada tujuan lain, selain itu, kecuali efek turunan yang diharapkan seperti : Agar masyarakat terlindungi, Narasi keselamatan, keamanan, Masyarakat kembali produktif, dll.

Kurang lengkap lagi? Ini pernyataan Setkab : Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang berbasis skala mikro (PPKM Mikro) yaitu hingga tingkat RT/RW untuk pengendalian COVID-19. PPKM Mikro diterapkan mulai 9 hingga 22 Februari 2021. Penerapan PPKM Mikro disesuaikan dengan data perkembangan kasus untuk menekan kasus positif Kopit. https://setkab.go.id/tekan-kasus-covid-19-pemerintah-terapkan-ppkm-berbasis-mikro-mulai-9-februari/

Jadi sampai disini jelas ya, Intinya, tujuan utama PPKM adalah : menurunkan angka kasus Kopit. Tolong garis bawahi dulu ya.

Bagaimana cara menurunkan angka kasus kopit? Yang paling utama adalah membatasi mobilitas dan kegiatan masyarakat dan percepatan vaksinasi dengan target 3 juta suntikan per hari. Karena itu salah satu prioritas 'desakan' dari para Tuan Besar melalui WHO.

Lalu cara pembuktian efektif tidaknya PPKM bagaimana? Karena hasil yang ingin dicapai adalah kasus harian kopit menurun drastis. Tentu langkah yang diambil untuk membuktikannya adalah dengan eskalasi target tes kopit harian pada angka 400ribu tes lebih per hari. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/01/ppkm-darurat-pemerintah-targetkan-tes-410-ribu-orang-per-hari

Apakah target pemerintah melakukan 410ribu tes per hari tercapai? Masih jauh dari harapan. Saat ini masih di kisaran 110rb bahkan cenderung menurun. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210706145509-20-663910/testing-harian-covid-di-masa-darurat-masih-jauh-dari-target

Jadi Blunder?

Tujuan dari PPKM yang ingin menekan angka kasus kopit, dengan biaya besar, seolah menjadi tidak menemukan manfaatnya dan justru menjadi blunder.

Bagaimana tidak, melakukan eskalasi tes,  justru akan menambah jumlah kasus. Mengingat tes PCR yang diklaim sebagai gold standar, syarat dengan kontroversi karena menurut penemunya (Kary Mullis), PCR bukanlah alat diagnosa penyakit. Dr. Fauci pun mengakuinya. https://alethonews.com/2020/11/03/dr-fauci-admits-the-pcr-test-for-coronavirus-is-all-but-useless-as-it-is-administered-in-the-us/

Begitu juga WHO sebenarnya mengakui bahwa alat PCR besar potensinya menghasilkan 'False Positive'. https://thenewabnormal513330780.wordpress.com/2020/12/20/who-finally-admits-pcr-tests-create-false-positives/

Jadi tidak bikin heran kalau maksud hati mengikuti arahan WHO untuk menekan angka kasus kopit, tapi yang terjadi malah semakin menambah jumlah kasus. Ledakan kasus harian malah memecahkan rekor selama pandemi dengan capaian 47.899 kasus positip. https://www.cnbcindonesia.com/news/20210713151207-4-260495/meledak-lagi-hari-ini-covid-19-ri-cetak-rekor-47899-kasus

Bahkan menurut media Nikkei Asia, Indonesia telah menggantikan posisi India sebagai episentrum kopit di Asia. Apakah ada kata lain selain 'blunder'?  

Bukannya efektif, yang ada, anggaran trilyunan menjadi kontraproduktif, sedangkan rakyat makin menjerit dengan adanya pembatasan dimana-mana yang rencananya hanya 2 minggu, ternyata akan diperpanjang sampai 6 minggu! Mungkinkah cukup dananya?

Related Posts

Post a Comment